Matahari itu setia.

Menyemburatkan sinar hangatnya setiap pagi.

Menyapa apapun.

Menjumpai sesiapapun.

Menyapa burung Pipit, bunga Tapak Dara dan rerumputan yang masih basah oleh embun.

Menjumpai langkah kecil anak-anak menuju sekolah, kucing jalanan yang mengais sampah dan penjual Soto Ambengan.

Binar yang sama menelisik pula ke sebuah rumah sangat sederhana dengan dinding kusam berwarna hijau. Rumah yang didiami seorang lelaki tua dan istrinya beserta 33 anak mereka.

Bangunan yang oleh sebuah koran lokal di Surabaya, Jawa Timur, disebut lebih menyerupai ‘kandang kambing’ ketimbang rumah.

Abdus Shomad Suryanto, nama laki-laki tua itu.

Pemilik rumah yang bersama istrinya mengasuh anak-anak yatim piatu dari berbagai usia.

Panti Asuhan Al Mu’min demikian mereka menamainya. Satu-satunya Panti Asuhan yang bahkan bersedia menerima bayi yang baru beberapa jam sebelumnya lahir.

Mereka berdua teramat pula menyadari bahwa banyak hak melekat dalam setiap diri anak.

Hak untuk bisa bermain, hak untuk bisa berkreasi, hak mendapat perlindungan, berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, hak beroleh tempat tinggal yang memadai, berhak hidup sehat dan menerima pendidikan.

Itulah sebabnya mereka bertekad agar anak-anak Panti Asuhan Al Mu’min bisa mencapai pendidikan tinggi,  minimal SMA atau sederajat.

Itulah sebabnya mereka terus berupaya menyediakan makanan bergizi dan pakaian yang baik.

Itulah sebabnya mereka berjerih payah mampu memiliki rumah yang layak huni.

Meski mereka tak mengerti bagaimana cara agar semuanya terwujud.

Terlebih ketika 7 tahun lalu, Dinas Sosial di Surabaya menghentikan bantuan. Entah mengapa.

“Barangkali ada Panti Asuhan lain yang lebih memerlukan”, ujar lelaki tua itu sambil mengusap air mata.

InDonation, wadah darmabakti hasil perjalanan perenungan 6 orang Indonesia di Vancouver, British Columbia, Canada, bermaksud menjadikan Panti Asuhan Al Mu’min, Surabaya, Jawa Timur, sebagai salah satu penerima donasi di tahun 2019 ini.

Memiliki tujuan utama untuk turut serta dalam memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka Robert Prasetya, Dr. Thomas Sulaiman, Heryadi Kurnia, Rina Kusumajuda, Mila Chaniago dan Jacob Susetyo membentuk InDonation di bulan Februari 2018.

Adapun 2 kiprah awal yang telah berhasil dijalankan adalah penggalangan dana bagi korban bencana gempa bumi di Lombok pada bulan Juli 2018 dan korban bencana gempa bumi serta Tsunami di Sulawesi pada bulan September 2018, bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia dan ADRA (Adventist Development and Relief Agency) di Toronto, Ontario, Canada.

Sumbangsih dari para donatur sebesar $17,000 dan $11.000 sudah disampaikan langsung kepada mereka yang berhak memperolehnya.

Saat ini, InDonation memang masih menyalurkan bantuan berupa uang tunai.

Di waktu mendatang, bukan mustahil untuk mempersembahkan dukungan yang bersifat jangka panjang, semisal penyediaan air bersih atau perbaikan gedung sekolah.

Semoga.

Tahun beranjak.

Cerita berganti.

Kini lelaki tua itu berjuang sendirian setelah istrinya menghadap Sang Khalik di tahun 2012.

Namun bagai Matahari yang tetap setia menghantar pagi, ia pun tetap setia menjadi Matahari bagi 33 anak-anaknya demi meraih impian bersama.

Invite yourself.

Invite your wonderful soul.

(Pinky Brotodiningrat)